Antara Performa dan Tuntutan Pekerjaan


Pada saat kita terjun dalam kehidupan [semi] profesional, tuntutan untuk menghasilkan karya terbaik pasti muncul dari semua pihak yang berada di sekitar kita. Entah di lingkugan kampus, organisasi masyarakat, kantor, hingga dalam lingkup rumah tangga atau tugas pribadi perseorangan. Dengan terbatasnya waktu yang kita punya, tak jarang kita dibenturkan pada situasi-situasi tidak ideal. Kita merasa kita harus berpartisipasi dalam banyak aktivitas, tetapi kita sadar bahwa waktu kita tidak akan cukup untuk melaksanakannya. Jika kita mengambil peran disana, kita tidak akan optimal; namun jika kita tidak ambil bagian, hukuman sosial atau bahkan formal yang akan mengenai kita.

Disinilah tantangannya. Bagaimana kita bisa tetap mempunyai kontribusi di banyak tempat, tetapi juga kontribusi kita optimal dalam peran-peran tersebut. Dalam beraktivitas di kampus dan beberapa kali terjun ke masyarakat, saya menemukan beberapa karakter orang. Pertama, ada orang yang sangat fokus pada pekerjaannya, sehingga selalu berusaha menghasilkan karya unggulan dalam bidangnya, namun sering menolak ajakan aktivitas di luar bidang tersebut. Misal, ada kawan di JTETI UGM dulu yang sangat fokus untuk belajar, sehingga ajakan untuk kegiatan organisasi jurusan (KMTETI-Keluarga Mahasiswa Teknik Elektro dan Teknologi Informasi) seperti bakti sosial di panti asuhan, panitia seminar teknologi, atau hingga jalan bareng untuk makan malam selalu ditolaknya.

Kisah salah satu kategori kedua: Ada pula salah satu kawan yang menjadi pengurus organisasi kampus (BEM KM UGM) yang sangat aktif membantu masyarakat dan mengayomi anggota/staf di departemennya. Ketika ada mandat organisasi untuk ke luar kota beliau siap, ada anggota yang sedang loyo beliau ajak makan dan ngomong tentang masalahnya, atau hingga menjadi garda terdepan dalam aktivitas BEM KM UGM, walau bukan di departemennya. Salah satu konsekuensi utamanya adalah tugas utamanya sebagai pelajar (kuliah mungkin bisa beliau nilai bukan sebagai tugas utama, tetapi saya dan sebagian besar orang akan melihat kuliah sebagai tugas utama bagi setiap mahasiswa) agak tersendat dan terpaksa kelulusannya tertunda.

Tipe orang ketiga sungguh harus menjadi pelajaran bagi kita. Lebih parah lagi ada kawan-kawan yang saking semangatnya ikut di berbagai organisasi, terlibat dalam banyak kepanitiaan, hingga mendaftar untuk jadi peserta acara di mana-mana. Akibatnya kontribusinya tidak maksimal di semua tempat. Dia punya nama di banyak tempat, tetapi kontribusinya nyaris nihil di tempat-tempat tersebut.

Membagi Aktivitas dalam Kuadran

Hidup adalah proses pembelajaran, dan salah satu pembelajaran terbaik adalah dari keteladanan orang-orang di sekitar kita. Alhamdulillah saya mendapat kesempatan untuk bertemu beberapa kawan hebat di kampus, orang-orang yang terkenal besar kontribusinya serta tersohor dengan banyak aktivitas. Sosok orang-orang yang berbeda dengan tiga contoh kasus yang saya tuliskan di atas. Dari merekalah saya mencoba untuk pelan-pelan mengambil pelajaran, dan memperbaiki hidup saya.

Akhirnya saya tiba pada satu kesimpulan, yang saya tuliskan dalam blog ini. Salah satu alternatif cara yang bisa kita gunakan untuk membagi waktu dan aktivitas-aktivitas kita adalah dengan membaginya ke dalam 4 quadran, lalu memberikan prioritas sesuai dengan bobot pada masing-masing aktivitas.

  1. Aktivitas kategori 1: Wajib dilakukan dan harus bagus hasilnya
    Saya rasa semua orang akan sepakat bahwa kategori ini harus menjadi prioritas kita, kategori kegiatan yang harus kita berikan alokasi waktu terbanyak dan upaya terbaik. Bagi seorang pelajar, ujian akhir semester; atau mengurus buah hati untuk para ibu rumah tangga; serta memastikan organisasi berjalan dalam renstra tahunan bagi pimpinan lembaga; atau memastikan target dari atasan harus tercapai bagi para karyawan merupakan beberapa contoh kegiatan kategori ini. Karena menjadi prioritas, tentunya aktivitas ini menjadi pertimbangan utama bagi kita dalam menerima/menolak tawaran kegiatan lain.
  2. Aktivitas kategori 2: Tidak wajib dilakukan tetapi harus bagus hasilnya
    Sebaik-baik manusia adalah yang kemanfaatannya terbanyak bagi masyrakat sekitar. Untuk memberikan kemanfaat yang luas pada masyarakat, tentunya lebih banyak aktivitas sekunder yang perlu kita turut serta di dalamnya. Kegiatan kategori ini biasanya tidak wajib tetapi kita harus memberikan kerja yang bagus agar mampu memberikan kontribusi bagus. Jika kita sadar bahwa kita tidak mampu memenuhinya, maka lebih baik kita tidak mengikutinya.
  3. Aktivitas ketegori 3: Wajib dilakukan tetapi tidak harus maksimal kontribusinya
    Idealnya adalah setiap kegiatan yang kita lakukan harus bagus hasilnya. Namun dengan keterbatasan waktu, tenaga yang kadang tidak selalu segar, atau hingga semangat yang tidak selalu di atas; selalu ada saja kegiatan-kegiatan yang kita harus jalankan walau kita tidak dalam kondisi terbaik sehingga kontribusi dan luarannya pun tidak akan bagus. Kegiatan seperti ini biasanya yang sifatnya wajib untuk individu atau jika dilanggar akan menyebabkan sanksi sosial. Terlepas dari kita mau atau tidak menjalankannya, kita wajib untuk mengikutinya. Beberapa di antaranya: acara kumpul-kumpul organisasi bagi ketua departemen, pertemuan bulanan RT, nyuci baju atau bersih-bersih rumah, ajakan makan malam oleh profesor lab, dan tugas mata kuliah tanpa SKS tapi wajib karena sebagai prasyarat lulus.
  4. Aktivitas kategori 4: Tidak wajib dan tidak harus bagus hasilnya
    Kategori ini yang sebaiknya kita tempatkan di tumpukan terbawah dalam skala prioritas kita: kegiatan yang tidak wajb serta tidak harus bagus pula hasilnya atau tidak perlu maksimal kontribusinya. Kegiatan ini biasanya bersifat tambahan atau untuk memperluas wawasan/jaringan kita. Membalas comment di Facebook bisa menjadi salah satu contohnya. Undangan dari organisasi yang kita tidak terlibat di dalamnya tetapi punya potensi kerjasama dengan organisasi kita aktif bisa dikategorikan dalam aktivitas jenis ini.
Quadran Performa dan Tuntutan

Quadran Performa dan Tuntutan

Pengkategorian ini tidak berarti bahwa saya mengatakan kita tidak peduli dengan aktivitas yang tidak wajib atau yang tidak harus maksimal hasilnya/kontribusinya. Tetapi karena menyadari kapasitas kita sebagai manusia, yang terbatas sumber dayanya, serta untuk membuat kita tidak terlalu terbebani dengan tanggung jawab dan tidak pula menggampangkan amanah, cara ini bisa menjadi salah satu alternatif bagi kita dalam menyusun prioritas kita. [NSK]