“Mengajarkan Cara UGM”
Tidak ada yang salah dengan hal itu. Karena itulah tujuan awal kita semua belajar jauh-jauh ke negeri orang, untuk mengeruk sebanyak mungkin ilmu, pengalaman, dan jaringan dari tempat belajar kita.
Akan tetapi, peran tersebut belumlah cukup.
Saya teringat akan diskusi dengan Rektor UGM periode 2007-2012 beberapa bulan sebelum keberangkatan saya untuk studi ke Korea Selatan. Dalam suasana santai dan penuh candaan (yang menjadi ciri khas beliau), beliau menuturkan, “…bagi mahasiswa UGM yang hendak belajar ke luar negeri, perannya tidaklah cukup hanya dengan belajar dari negara tersebut, namun ia juga mampu mengajarkan cara-cara UGM dalam menyelesaikan masalah.”
Sangat singkat. Namun begitu mendalam dan fundamental. Saya kurang tahu dengan pikiran kawan-kawan saya, tetapi ketika mencari beasiswa untuk melanjutkan sekolah di luar negeri, yang terpikir di kepala saya hanyalah “apa yang bisa saya dapatkan dari negara tersebut untuk kemudian saya bawa pulang ke Indonesia.” Tidak pernah terpikir tentang “nilai-nilai apa dari Indonesia yang bisa saya ajarkan kepada masyarakat di negara tempat saya belajar nanti.
Selain membuat kita inferior dengan menjadi pihak peminta, pikiran awal tersebut membuat seolah-olah bangsa kita sangat ketinggalan dari negara tujuan. Dengan mengubah paradigma bahwa kita pun harus mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai yang kita pelajari di Indonesia (entah dari kampus, lingkungan sekitar kampus, komunitas tempat beraktivitas, dll) kepada masyarakat dimana kita akan tinggal nanti, maka peran kita akan semakin meluas. Selain itu, yang terjadi adalah saling memberikan dan mengajarkan, yang akan mendongkrak daya tawar kita serta penempatan kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Lantas apa kah yang bisa kita ajarkan kepada dunia? Berikut beberapa karakter bangsa Indonesia (minimal yang saya rasakan dan amati) yang bisa kita tunjukkan untuk semakin meningkatkan martabat bangsa di mata warga negara lain.
1. Peduli kepada sekitar
Setelah berinteraksi dengan banyak masyarakat, jarang saya menemui komunitas dengan tingkat kepedulian kepada sekitar dengan level yang setinggi apa yang dmiliki oleh mahasiswa Indonesia. Dari sekian masjid dan mushola yang saya temui di Korea Selatan, masjid-masjid Indonesialah yang paling sering ada kegiatan; di antara organisasi-organisasi mahasiswa asing di Korea, PERPIKA (Persatuan Pelajar Indonesia di Korea Selatan) mempunyai kegiatan dan manajemen anggota yang jauh lebih baik, serta di samping sibuk kuliah, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Korea (dan di banyak negara lain), hampir semuanya terlibat dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat atau dengan suka rela membantu komunitas via berbagai LSM.
Selain itu, dalam skala yang lebih kecil, mahasiswa Indonesia cenderung lebih memikirkan kondisi kawan-kawan belajarnya di kelas, membantu mereka ketika membutuhkan, menjadi ketua-ketua kelas, menginisiasi kegiatan kelas, dan lain sebagainya.
Nilai ini perlu kita tanamkan dalam-dalam di hati kita dan menjadi semangat bergerak dalam aktivitas kita. Mari kita tunjukkan bahwa dengan segala kesibukan akademis di kampus, mahasiswa Indonesia selalu masih meluangkan waktu untuk memikirkan sekitarnya. Hal ini perlu kita tunjukkan kepada sekitar, dan kita sampaikan dan berikan contoh kepada kawan-kawan kita.
2. Giat dan Cerdas
Di kawasan Asia (khususnya Asia Timur), mahasiswanya cenderung bertipe pekerja keras, sedang masyarakat Eropa dan Amerika cenderung lebih tinggi kepercayaan dirinya sehingga secara sekilah tampak lebih cerdas. Sebagai bagian dari bangsa Timur (Asia), mahasiswa Indonesia pun mempunyai darah pekerja keras, giat, dan tekun dalam mengerjakan apa yang diembannya, baik tugas kuliah maupun peran dalam kerja-kerja kemasyarakatan. Kemudian dengan segala pengalaman kegiatan di SMA dan saat S1 di tanah air, kita dilengkapi dengan soft-skill yang juga tinggi. Kombinasi keduanya membuat mahasiswa Indonesia mudah bergaul, cerdas dalam mengatasi masalah dan mengkompromikan keadaan susah, serta selalu bekerja keras. Tidaklah mengherankan jika kebanyakan mahasiswa Indonesia yang belajar di luar negeri rajin menghiasi peringkat atas di kelas masing-masing.
3. Suka bergaul
Budaya komunal yang tumbuh membesarkan kita di tanah air membuat kita sangat menghargai hubungan antar-manusia. Sehingga dalam banyak pertemuan, mahasiswa-mahasiswa Indonesia lah yang memulai percakapan dengan para bule. Saat banyak mahasiswa hanya mempunyai 3-4 teman dekat, mahasiswa-mahasiswa Indonesia seperti artis kampus, disapa oleh banyak orang di mana pun dia melintasi kampus. Karakter kita yang menghargai perbedaan, tertarik dengan hal-hal baru, ingin punya teman yang banyak dan cenderung menghindari pertikaian, membuat kita punya karakter seperti tersebut.
Teruntuk kawan-kawan sekalian yang sedang di luar negeri untuk belajar/bekerja, atau kawan-kawan yang sedang mempersiapkan diri untuk maju pada fase tersebut, pikiran ini bisa menjadi tujuan tambahan dalam fase kehidupan yang dilalui di negeri asing tersebut.
Senangnya 🙂
ahahahaha 3 nilai utama yang mulai ditinggalkan
ehem… nambahin dikit>> lugu dan apa adanya 😀
percaya deh, kalau sampeyan kemana2 dan punya sifat seperti itu orang pasti pada nanya, “dari UGM ya mas?” 😀
Pingback: Menjadi Duta Bangsa | A Call for Youth