Kematian Adalah Nasehat Terbaik
Salah satu keindahan dalam hidup adalah tertutupinya kita dengan masa depan, terdapatnya ‘hijab’ yang memisahkan kita dengan masa depan kita. Kita tidak pernah tahu kapan kita akan dipanggil oleh-Nya, sosok sehebat apa kita di masa mendatang, capaian-capaian (atau mungkin keburukan-keburukan) apa yang bisa kita torehkan agar dikenang oleh dunia. Dari semua itu, satu hal yang paling menarik, yang “pasti” kedatangannya tetapi “tidak pasti” kapan datangnya adalah kematian. Ada orang yang terkena kecelakaan hebat, kena penyakit kronis dan divonis akan meninggal dalam sebulan, atau pejuang yang disiksa secara brutal, bisa tetap mendapatkan nikmat hidup; sedangkan beberapa
orang yang sehat lagi kuat tiba-tiba hilang nafasnya dan tidak bisa lagi hidup bersama kita di dunia ini.
Beberapa pekan sebelum keberangkatan saya ke Korea Selatan, saya sempat berangkat menjenguk kakak dari nenek saya yang sedang mendapat musibah berupa demam berdarah. Beberapa waktu berselang, beliau harus menghadap Sang Maha Kuasa, yang dari-Nya pula beliau berawal.
Sekian lama waktu berganti, keponakan saya yang saat lebaran kemarin masih bisa bermain bersama, gadis lucu yang usianya masih belasan awal, keponakan yang saat anak paman saya menikah juga bisa turut bergembira, juga dipanggil oleh-Nya. Pelajar MTs yang tinggal di asrama tersebut tentunya masih sedih ditinggal neneknya (yang saya sebutkan di paragraf sebelumnya) beberapa bulan sebelumnya pun akhirnya harus menyusul sang nenek yang ia sangat cintai untuk menghadap Sang Pencipta mereka.
Kemudian bulan lalu, di pagi hari menjelang ujian TOPIK (semacam TOEFL untuk Bahasa Korea), saya menelpon kedua orang tua, memohon doa dan restunya agar diberikan-Nya kelancaran dalam mengerjakan soal. Alih alih mendiskusikan ujian, kami bersedih atas “bayi” yang dikandung oleh istri dari adik keponakan saya yang keluar dari kandungan sebelum waktunya, sehingga tidak bisa membersamai kami, tidak bisa menjadi bagian dari keluarga kami. Bayi (yang In Sya Allah akan sangat imut nantinya) yang saat Ibu dan Bapaknya dulu menikah kami meriahkan dengan nenek dan keponakan saya tersebut, pun menyusul dua keluarganya yang sudah dipanggil lebih dahulu oleh-Nya.
Sedih. Itu pasti. Tetapi nasehat yang tersampaikan bersama kisah ini semakin mengingatkan saya bahwa nikmat kesempatan hidup ini adalah hal yang sangat mahal. Kita tidak pernah tahu apakah kita bisa hidup sampai sangat tua (seperti kakak dari nenek saya tadi), akan dipanggil ketika masih remaja (yang Dia lalukan pada keponakan saya), atau bahkan Dia memanggil manusia sebelum sempat melihat dunia (seperti bayi istri keponakan saya).
Semoga kita yang masih diberikan usia ini bisa lebih bijak dalam menggunakan usia kita. Dengan memohon ampun atas segala kesalaham kita, baik salah kepada-Nya maupun pada makhluk-Nya, baik yang disengaja maupun yang tidak kita sadari, baik kesalahan yang tampak maupun yang masih Dia tutupi. Dengan berusaha mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki untuk bekerja dan berkarya untuk sekitar. Dengan berusaha mengajak yang lain melakukan kebaikan bersama dan menjauhi kemungkaran, semaksimal mungkin.
Karena kita pu tak pernah tahu kapan kita akan dipanggil oleh Sang Maha Kuasa.