Hidup Adalah Anugrah
25 tahun. Alhamdulillah saya masih diberikan kesempatan oleh-Nya untuk memperbaiki diri; mengintrospeksi segala kekhilafan, melihat kembali potensi diri, dan menata ulang rencana untuk masa depan. Sungguh indah rasanya hari itu, bukan karena pergantian usia, atau karena gemerlapnya selebrasi pergantian usia. Akan tetapi, karena betapa melimpah rahmat yang Dia karuniakan pada saya. Sungguh nikmat yang luar biasa mengenang kembali segala keajaiban yang terjadi selama seperempat abad usia yang telah dianugerahkan-Nya pada saya, usia yang sama dengan momentum dimana pemuda luar biasa bernama Muhammad (SAW) melamar Siti Khadijah (r.a.).
Teringat kembali masa dimana saat masih berseragam putih-merah dulu setiap pagi buta kami menyingsing fajar menuju sekolah kami tercinta. Sekolah di pojokan desa yang lebih sering kami gunakan sebagai tempat bermain kasti dan kelereng dibandingkan dengan mempelajari Geografi. Tak terasa satu setengah windu telah terlewat dan kini saya bisa bangun di negeri bersalju, dimanjakan oleh musim dingin yang membuat matahari lebih malas bangun, salah satu negeri dengan transformasi ekonomi tercepat di penjuru planet ini.
Betapa indahnya ketika jiwa ini diberikan karunia untuk bisa merasakan sendiri betapa kerja keras dan sifat pantang menyerah akan selalu diberikan-Nya hadiah terbaik, jauh lebih baik dibandingkan dengan apa yang kita harapkan. Saat dulu hendak meninggalkan bangku sekolah demi membantu ekonomi orang tua, kini saya hati saya bisa merasa tentram melihat senyum di wajah penuh keletihan beliau yang penuh kebanggaan membicarakan dimana anaknya sekarang belajar. Ketika dulu selama 12 tahun tidak pernah keluar dari desa bernama Plajan, berkat kemurahan-Nya, Tomyam di Siam Paragon Bangkok bisa masuk ke lambung; kaki yang dulu hanya terbiasa dengan tanah sawah pun bisa merasakan dinginnya udara di sekitar The Mall, Washington D.C. saat musim dingin; hingga sekarang ketika banyak kawan hanya bisa menonton Boys Before Flowers, saya bisa menikmat belajar bahasa Korea di kampus tempat drama tersebut dibuat.
Sungguh bersyukurnya kalbu ini kala dulu hidup tenang menikmati hari bersama kawan-kawan bermain layang-layang, dilanjutkan dengan main bola di tanah paska paneh padi, sambil menunggui kambing-kambing peliharaan menikmati rumput, kemudian saya bisa dipertemukan dengan kawan-kawan hebat yang selalu menginspirasi diri agar menjadi lebih baik. Dari kawan sekelas di SD yang menjadi saingan untuk meraih ranking 1, hingga gadis cerdas di SMP yang menjadi saingan untuk meraih predikat wisudawan terbaik di SMP Krasak, kawan-kawan SMA dengan bakat-nya masing-masing yang selalu membuat hati iri. Masa di Jogja menjadi eskalasi proses transformasi diri. Para senior di kampus yang mengajarkan pentingnya kontribusi nyata pada masyarakat sekitar, kawan-kawan seperjuangan yang selalu mengangkat semangat saya ketika jatuh tersungkur hampir putus asa, hingga adik-adik kelas yang selalu memacu saya agar semakin kencang berlari agar tidak ketinggalan oleh mereka. Anak yang dulu takut bertemu orang lain pun pernah diberikan kesempatan untuk melihat sosok Sekjend PBB secara langsung, berinteraksi dengan calon-calon pemimpin dari 5 benua, hingga tokoh-tokoh muda tanah air yang akan memimpin bangsa ini.
Nikmatnya tidak terkira pada waktu saya menyadari bahwa apa yang saya rasakan tidak pernah saya bayangkan di masa kecil saya dulu. Bahwa kita diberikan potensi untuk menjadi orang yang jauh lebih hebat dibandingkan dengan persangkaan kita. Bahwa dengan niatan yang ikhlas, dibarengi dengan kerjas keras, diiringi dengan doa penuh harap pada-Nya, senantiasa berbaik sangka pada-Nya, serta menikmati segala proses yang kita alami sekarang, insyaAllah hanya yang terbaik lah yang akan Dia berikan pada kita.
Berkah untuk bisa merasakan bahwa hidup ini memang berat; bahwa hidup ini susah dan penuh tantangan, tetapi dengan rahmat-Nya segalanya terasa nyaman. Kenikmatan untuk merasakan peluh keletihan, hampir rubuhnya badan karena letih, serta menetesnya air mata ini kala merasakan kejutan-kejutan yang Dia karuniakan dari sumber yang tidak pernah kita bayangkan.
Menikmati Hidup
Adalah fitrah bahwa hidup itu sulit. Awal dari segala sesuatu terasa begitu berat; saat menjalankannnya pun tantangan itu terasa semakin menekan pundak kita; apalagi menjelang akhir, seringkali menjadi klimaks tantangan. Itulah kehidupan kita. Jika sekarang kita merasa hidup ini berat; sangat lah normal, semua orang merasakannya. Yang membedakan adalah bagaimana sikap kita atas kesulitan itu: menyerah lalu memilih yang lebih mudah atau tetap gigih berjuang dengan sekali konsekuensinya.
Mari kita senantiasa memanjakan jiwa muda kita dalam kubangan keletihan kerja keras, agar menjadikan raga dan batin kita kebal akan kelelahan, supaya bisa meraih mimpi yang kita goreskan, demi memunculkan segala potensi yang kita punya, serta untuk menghadirkan kejutan-kejutan terbaik-Nya dalam hidup kita.
Selamat berjuang wahai jiwa muda yang penuh potensi. Selamat meneteskan peluh perjuangan. Selamat mengarungi siang dengan gesitnya gerak laksana singa padang pasir, dan menghabiskan malam dengan pemujaan penuh harap pada-Nya laksana budak yang tanpa kuasa.
hidup memang anugerah,, karena kita (manusia) dibekali ilmu dan hikmah… asal bisa selaraskan keduanya hidup akan lebih sarat makna…. ayo.. fastabiqul khoirot!!!
pernah baca “sepatu dahlan”?? kunci utama kehidupan ilmu,amal dan takwa…
tepat sekali….
Woowww…. Subhanallah, keren sekali. Nggak nyangka anak jepara yg pernah jd kakak kelas saya di SMP sudah melesat sejauh ini, sedang saya masih belum kemana-mana :((
InsyaAllah dengan kerja keras dan doa, serta kesabaran, kita bisa berkembang menjadi pribadi yang lebih baik.