Malaysia vs Indonesia


Sahabat yang paling dekat seringkali adalah dia yang kerap ribut dengan kita. Saking dekatnya kita sudah tahu luar dalam kebaikan, kelebihan, potensi, hingga hal-hal yang kurang baik tentang saudara kita itu. Lebih buruknya lagi, terkadang gengsi untuk tampak lebih baik mengalahkan rasa sayang pada kawan kita. Lantas kita jadi terpantik untuk mengungkit-ungkit keburukan kawan kita, atau bahkan bisa jadi segala yang diperbuat kawan kita kita cap sebagai keburukan: seandainya hal itu memang buruk maka kita akan bangga sekali mengejeknya, jika itu berupa kebaikan kita masih saja mencibirnya, menganggap kawan kita mencari muka.

Tak jauh beda, barangkali seperti itulah hubungan kita dengan saudara terbaik kita, Malaysia. Dua negara yang banyak memiliki persamaan, khususnya dalam budaya dan karakter ini kerap dihadapkan pada percekcokan nan sangat tidak produktif, seringpula ejek ejekan di dunia maya menjadi sangat parah bahkan tampak sebagai bangsa yang tak berpendidikan.

Menjadi Dewasa dalam Mencintai Tanah Air

Setiap dan masing-masing kita mempunyai hak (atau malah kewajiban?) untuk mencintai bangsa kita masing-masing. Tetapi tidak berarti bahwa kita berhak untuk mengejek negeri lain, apalagi bila negeri itu tetangga kita sendiri. Justru sebaliknya, kita akan menjadi pribadi yang lebih mulia dalam mencintai bangsa kita dengan cara menghormati bangsa lain dan menghargai orang lain yang menunjukkan cintanya pada bangsanya.

Adalah sangat disayangkan ketika televisi Indonesia hanya menyiarkan hal-hal yang kurang baik tentang Malaysia dan media Malaysia yang juga melakukan tindakan serupa. Alih-alih membuat bangsa kita menjadi lebih terhormat, hal tersebut justru menunjukkan betapa buruknya moral kita serta betapa kita kurang dewasa dalam bersikap.

Malam nanti (Sabtu, 1 Desember 2012) menjadi salah satu momentum penting dalam penunjukan karakter kita: Apakah kita cukup dewasa dalam bersikap serta ikhlas menerima segala hasil dari pertandingan Sepak Bola dua tahunan AFF di Bukit Jalil, atau kita masih saja seperti anak kecil yang tak berpendidikan dengan mengejek bangsa lain dan menyalahkan pihak lain ketika kita mengalami kekalahan (baik Malaysia/Indonesia yang kalah).

Memang ada banyak fakta yang kurang baik dari kedua kubu, mulai dari kasus kurangnya satu strip bendera Malaysia dalam ASEAN Games tahun silam di Indonesia, beberapa kasus kekerasan terhadap TKI Indonesia di Malaysia, adu mulut mengenai hak milik beberapa budaya bangsa, hingga saling menjelekkan via dunia maya. Namun ini tidak berarti kita hanya akan diam atau meneruskan trend negstif tersebut. Sudah saatnya kita menjadi lebih dewasa dalam bersikap. Membongkar kejelekan orang lain tidak akan mengangkat kehormatan kita, tapi justru sebaliknya.

Mari kita meneruskan kembali upaya-upaya penguatan persahabatan antar kedua sahabat di ASEAN itu. Tidak akan mudah pastinya, karena terlalu banyak kepentingan yang berusaha menggagalkannya, tapi tidak berarti hal yang mustahil untuk dicapai.

Jaya selalu persahabatan antara Indonesia dan Malaysia.

Note: maaf jika ada kalimat yang kurang berkenan atau fakta/argumen yang kurang akurat. Itu hanyalah keterbatasan penulis semata.