Hijrah: Sarana Transformasi Diri


Lingkungan tempat kita berinteraksi membawa pengaruh yang sangat besar terhadap karakter dan cara berfikir kita. Dengan semangat dan keinginan untuk terus berupaya memperbaiki diri, saya selalu berupaya untuk mencari lingkungan yang semakin mendukung pengembangan diri saya. Oleh karena itulah selama 4.5 tahun menyelesaikan kuliah S1 di Jurusan Teknik Elektro (dan Teknologi Informasi) UGM, saya sudah pindah tempat tinggal 7 kali.

Dalam setiap fase kehidupan tersebut, terdapat pembentukan karakter tertentu dalam diri saya, dan ketika saya membutuhkan perubahan karakter dan/atau tanggung jawab, maka saya sering memutuskan untuk mencari tempat tinggal yang baru. Yang paling indah adalah bahwa saya tidak merencanakannya 100%, tetapi kondisi pada setiap fase kehidupan diarahkan-Nya untuk mengambil pilihan tersebut. (Bagi yang sudah membaca buku Al-Chemist pastinya tahu dengan pentingnya membaca tanda-tanda kehidupan yang Dia karuniakan sebagai pemandu hidup kita).

Menumpang di rumah teman: Fase awal kehidupan. Sekitar dua bulan pertama kehidupan saya di Jogja, mulai dari saat daftar ulang hingga fase awal-awal kuliah, alhamdulillah saya bisa menumpang di rumah kawan lama di Jogja (M. Yusuf). Sangat membantu karena saya bisa banyak mendapatkan panduan tentang bagaimana kehidupan dari kawan-kawan SMA saya dulu. Tidak enak merepotkan orang lama-lama, akhirnya saya harus siap untuk hidup lebih mandiri: tinggal di kosan.

Kos pertama: Memulai kehidupan mandiri di Jogja. Karena sejak SMP sudah tidak hidup bersama dengan orang tua, sehingga tidak ada masalah yang berarti dengan hidup sendiri. Yang menjadi tantangan saya adalah bagaimana harus bersikap menghadapi orang-orang di kampus, menempatkan diri dengan tepat, dan bisa menyiasati kondisi supaya bisa tetap meraih prestasi terbaik di kampus. Karena tidak biasa hidup di kota besar, menghadapi kawan-kawan di UGM yang rata-rata memiliki kecerdasan intelektual lebih dan soft-skill yang jauh di atas saya, fase ini terasa sangat berat. Di kosan pun saya kadang merasa kerdil terhadap kawan-kawan yang lain. Jika saya terus disini, maka kondisi mental saya akan semakin memburuk dan kepercayaan diri saya akan semakin tenggelem. Cukup 3 bulan. Lalu saya memutuskan untuk pindah ke tempat yang lebih mendukung pengembangan diri saya.

Menjadi penghuni sekretariat BEM KMFT: Fase peggemblengan kemampuan soft-skills dan melatih keberanian diri. Salah satu fase terberat dalam fase transformasi kemampuan diri: dari orang yang pendiam dan susah berbicara, kemudian belajar untuk bisa hidup berinteraksi dengan kawan-kawan lain. Sering pula malu saat ditertawakan kawan-kawan satu tim ketika rapat atau kadang hanya bisa diam membisu saat mengikuti seminar/pelatihan yang diselenggarakan oleh BEM KMFT. Namun dari sini saya mulai menemukan senior-senior dan kawan-kawan yang sangat semangat membangun bangsa dan kampus. Walau berat, pelan-pelan saya belajar kemampuan berorganisasi.

Berinteraksi dengan kawan-kawan yang kritis dalam berargumentasi, cerdas dalam membangun hubungan interpersonal, istiqomah dalam menegakkan agama Allah, ikhlas luar biasa dalam membangun masyarakat membuat diri semakin semangat. Terima kasih kepada kawan-kawan seperti Nadia, Iqbal, Donny, Yadi, Dimas, Yasser, Andhika, Edo, dll.

Kos bersama Adik: Di tengah-tengah meningkatnya kesibukan di kampus, saya mendapat amanah dari orang tua untuk membantu adik yang sedang mengalami cobaan berat dalam hidup. Sebagai anak pertama di keluarga, inilah saatnya saya belajar untuk berkeluarga. Barangkali tidak seberuntung kawan-kawan seusianya, dia datang ke Jogja bukan untuk menempuh bangku perkuliahan. Karena berbagai faktor, saat kawan seusianya sedang padabersiap untuk menghadapi UAS di kampus, dia tidak bisa mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan menengah (SMA). (Barangkali di lain waktu kita bisa berdiskusi mengenai kisah ini.)

Asrama PPSDMS: Eskalasi transformasi diri terbaik. Hidup bersama dengan 29 mahasiswa-mahasiswa pilihan di UGM membuat semangat semakin membara dalam diri. Hampir setiap pekan ada prestasi yang ditorehkan oleh penghuni Asrama Oranye di Jakal KM.5 Gang Nakula itu. Mulai dari yang juara lomba karya tulis, ada yang berangkat ke Australia/Singapura untuk pertukaran pelajar, menginisiasi pergerakan di kampus, membuat program pengabdian masyarakat, hingga ada kawan yang bisa menghidupi dirinya dari lomba-lomba tersebut.

Kami dididik untuk hidup secara Islami, Islam yang komprehensif: menyeluruh. Islam yang menjadi nafas dalam segala kehidupan kami, baik saat bangun pagi menjelang Subuh, apel pagi di tengah dinginnya udara fajar, saat mengikuti rapat lembaga, hingga kala turun ke jalan untuk memperjuangkan yang kami ikhtiarkan sebagai kebenaran. Memang kami masih sering berbuat salah, tapi insyaAllah niat tulus kami untuk membangun sekitar membuat kami semakin berusaha mengurangi kelemahan diri.

Daejeon University: Setelah menimba ilmu di kampus (serta di BEM dan di PPSDMS), alhamdulillah saya mendapatkan kesempatan untuk belajar 1 tahun di Korea Selatan. Inilah masa pematangan diri. Dengan ilmu dan jaringan yang mulai saya bangun, apa sebenarnya yang menjadi tujuan hidup saya? Orang seperti apa saya nanti jadinya? Kontribusi seperti apa yang nantinya bisa saya berikan pada sekitar?

Dengan hidup jauh dari tempat saya tumbuh dan dari negara yang saya cintai, saya bisa lebih mengenal diri saya dan lebih mulai paham tentang orang seperti apa yang saya inginkan diri saya menjadi di masa mendatang.

Kontrakan: Paska berakhirnya masa tinggal di PPSDMS, saya memutuskan untuk hidup mengontrak dengan beberapa kawan kampus dan alumni PPSDMS. Inilah saat dimana saya belajar untuk hidup menjadi manusia yang sebenarnya, mencoba seimbang antara kehidupan di kampus, berorganisasi, mengurus kamar dan kawan se-rumah hingga menunaikan kewajiban pada adik. Saya belajar banyak dari para penghuni IMPAK mengenai hal-hal yang tampak sederhana tetapi sangat penting dalam kehidupan: mengangkat jemuran ketika memang sudah saatnya, tidak terlalu sering makan mie instan, tidak sering-sering tidur di depan TV, menyuci gelas dan piring setelah menggunakan, hingga perlunya alokasi waktu untuk kawan-kawan tercinta untuk makan/main bersama untuk membangun silaturahmi. Thanks to Mas Wildan, Engkong, Mas Ramdhan, Mas Ashif, Johan, Yono, Reffi, dan ‘Jojo’.

Kos lagi: 13 bulan terakhir saya habiskan di kos lagi: untuk mematangkan diri. Saat hidup bersama dengan orang lain, banyak perilaku saya yang dipengaruhi oleh orang lain, dan sekarang adalah masa untuk melakukan lompatan lagi: untuk mencoba bisa lebih semakin mandiri melatih diri untuk mempengaruhi orang lain dengan gaya kehidupan saya. Saat hidup sendiri, saya bisa mengecek seberapa sering saya bisa memenuhi panggilan Subuh saat tidak ada kawan yang membangunkan, saya bisa mengukur seberapa lama saya harus hidup di depan komputer untuk menyelesaikan pekerjaan, serta mulai lebih percaya diri membimbing adik-adik di kampus untuk bisa meneladani beberapa hal yang saya anggap baik dan layak untuk ditiru, melalui seminar/talkshow di kampus, kumpul-kumpul di lab, hingga dalam bercanda di kehidupan keseharian di kampus.

Sekali lagi, mari selalu tambah semangat untuk mengembangkan diri dan tidak perlu takut untuk memberanikan diri ‘berhijrah’ ke tempat yang lebih mendukung pengembangan diri. InsyaAllah dengan niat yang ikhlas lalu diiringi dengna doa penuh harap pada-Nya, hasilnya akan menjadi luar biasa.