Belajar untuk Tetap ‘Merasa Bodoh’
Banyak orang yang mampu bangkit dari keterpurukan untuk meraih kesuksesan yang ia dambakan, baik dalam sekali yang cukup kecil seperti meraih nilai A dalam ujian hingga skala yang besar seperti meraih penghargaan sebagai peneliti muda di tingkat nasional. Namun seringkali orang-orang yang awalnya kita anggap hebat tersebut terlihat padam dan seolah-olah berhenti berkembang. Bukan karena mereka tidak hebat lagi, tapi barangkali ada perubahan dalam hati/pikiran mereka.
Saat saya mampir ke salah satu Timeline Facebook salah satu kawan saya yang rajin memposting kisah/cerita motivatif, ada satu kalimat yang selalu terngiang-ngiang dalam kepala saya, walau saya kurang hafal tekstual kalimatnya seperti apa, tapi intinya kira-kira begini: “Tahukah kawan, apa masalah pemuda-pemudi yang sedang berkembang seperti kalian? Terlalu cepat merasa puas dengan apa yang telah dicapai sekarang.” Sikap merasa sudah sukses/berhasil itu seolah-olah telah memutus jalan yang selama ini kita bangun, penghenti langkah hebat yang telah kita awali.
Bagi seorang pemuda, meraih predikat juara lomba ilmiah tingkat nasional, atau juara menari tingkat ASEAN, atau mendapat kesempatan untuk mengikuti pertukaran pelajar ke negeri asing, atau bahkan bisa menjadi mahasiswa idamans di fakultas barangkali merupakan prestasi yang luar biasa. Kita patut mengapresianya. Namun ini tidak berarti dia boleh lekas puas. Daripada melihat bahwa dia “telah” berhasil meraih keberhasilan, alangkah lebih bijak jika ini dipandang sebagai “pertanda” dari Yang Maha Kuasa bahwa dia telah diberikan bakat yang berbeda dengan yang lainnya, dan apa yang disebut sebagai keberhasilan tersebut “hanyalah” sebatas icip-icip atas keberhasilan yang jauh lebih besar yang mungkin bisa kita raih di masa depan.
Belajar Merasa Bodoh
Belajar untuk tetap merasa bodoh berarti bahwa kita tidak boleh puas dengan apa yang kita raih sekarang. Kita harus meyakini bahwa kita diciptakan oleh-Nya secara khusus dan oleh karenanya kita punya bakat dan tugas khusus yang hanya pada kita itu diberikan. Kita selayaknya terus bekerja keras untuk semakin memperbaiki diri agar menjadi pribadi yang lebih berkompeten, pribadi yang kontributif pada sekitar dan pribadi yang inspiratif bagi orang-orang di sekeliling kita.
Belajar untuk merasa bodoh berarti kita tidak pernah menganggap orang lain lebih buruk dari kita. Kita melihat bahwa setiap orang punya bakat masing-masing, dan keunggulan pada bidang-bidang yang bervariasi. Kita barangkali diberikan keunggulan pada satu bidang dan banyak orang yang tidak hebat pada bidang itu, tapi di sisi lain pasti kita punya banyak kekurangan yang orang lain hebat di dalam bidang itu. Dengan menyadari hal ini, kita tidak akan pernah merasa sombong dan kita pun semakin bisa banyak belajar dari orang-orang di sekeliling kita.
Belajar untuk merasa bodoh berarti kita menghargai setiap orang-orang di sekeling kita, lebih memilih untuk mengapresiasi kelebihan mereka daripada mengejek kekurangan mereka. Alih-alih memandang rendah mereka, kita akan lebih bisa banyak menyerap beragam ilmu dari siapa pun.
Belajar untuk merasa bodoh berarti kita tidak mudah malu dalam belajar. Orang yang merasa pintar seringkali malu jika berbuat kesalahan sehingga dia hanya akan mencoba hal-hal yang dia pintar, tetapi dia tidak akan pernah mencoba hal-hal lain yang dia tidak ahli, akhirnya kemampuannya pun terbatas. Dengan merasa bodoh dalam belajar, maka kita pun akan lebih memaafkan diri ini jika berbuat salah dalam belajar hal-hal baru, tentunya dengan syarat bahwa kita selalu memberikan yang terbaik dalam setiap hal yang kita lakukan.
Belajar untuk merasa bodoh berarti kita menghargai orang lain yang juga sedang dalam belajar, khususnya dalam bidang yang kita sudah lebih tahu. Kita tidak akan memandang rendah mereka, namun kita akan lebih bijak dan cerdas dalam menghadapi mereka. Kita sudah merasakan bagaimana proses pembelajaran untuk mencapai level kita, sehingga kita bisa memandu mereka dalam mencapai hal-hal yang ingin mereka capai.
Belajar untuk merasa bodoh berarti kita tidak pernah takut jika kita dikalahkan oleh generasi setelah kita. Tugas utama kita adalah melakukan yang terbaik untuk generasi kita dan memastikan bahwa generasi setelah kita bisa melakukan yang terbaik. Oleh karenanya adalah keniscayaan bahwa generasi setelah kita harus lebih unggul dibanding kita. Tidak ada alasan untuk menghambat mereka menjadi lebih baik dari kita. Karena hanya dengan itulah maka umat manusia ini bisa belajar secara kolektif dan berkembang dari waktu ke waktu.
Stay fool, stay hungry so we can eat more and more 😀
Lemu noh… hahahaha
Pingback: Sukses dan Kebiasaan | A Call for Youth
Pingback: Bersungguh-Sungguh dalam Hidup | A Call for Youth