Memilih Bersaing dengan Pesaing yang Tepat


Ada dua titik ekstrim dalam menyikapi persaingan antar individu. Dalam satu pandangan, ada beberapa pihak yang mengharuskan semua elemennya untuk berkompetisi satu sama lain untuk menjadi yang terbaik. Salah satu contoh visualisasinya adalah Prof. Viru Shahastrabuddhe (a.k.a “Virus”) dalam film “3 Idiots” yang dengan sangat keras kepala mengharuskan mahasiswanya agar berjuang keras, berkompetisi satu sama lain untuk menjadi yang terbaik. Bahkan dalam foto setiap kelas pun posisi tempat duduk dalam pemotretan ditentukan oleh ranking di kelas.

Di sisi lain ada pihak yang menafikkan persaingan. Fakta bahwa setiap individu adalah berbeda menjadi dasar bahwa kompetisi/persaingan menjadi sangat tidak relevan. Satu orang dan lainnya memiliki kelebihan, kekurangan, dan kecenderungan yang sangat beragam, sehingga kompetisi/perbandingan antar individu menjadi tidak masuk akal. Setiap individu, dalam pola pandang ini, dianggap berhak untuk berkembang dengan potensinya masing-masing dan cenderung mengacuhkan individu lain.

Terdapat kelemahan fundamental dalam kedua pola pandang tersebut. Paling tidak menurut kaca mata saya. Pertama, membandingkan dan mengkondisikan semua orang untuk berada pada satu kompetisi yang sama merupakan suatu kemustahilan, karena setiap orang punya kelebihan dan potensinya masing-masing. Katak dan ikan jika dikompetisikan untuk melompat, maka ikan akan merasa bodoh seumur hidupnya. Padahal dia memiliki kelebihan yang luar biasa dalam berenang. Pun sama dalam sistem pendidikan, jika semua siswa dilihat hanya dari kaca mata Matematika atau IPA saja, maka kita juga melakukan kesalahan yang sama fatalnya (bahkan lebih fatal lagi) dengan membandingkan ikan dan katak hanya dengan kemampuan melompatnya.

Cara pandang yang kedua pun juga tidak kalah fatalnya dalam membuka celah bagi kesalahan pola pikir. Dengan menganggap bahwa setiap orang mutlak berbeda dan kompetisi tidak relevan, maka peluang untuk kemalasan akan terbuka sangat lebar. Alibi bahwa setiap orang berbeda bisa menjebak seseorang untuk nyaman dalam ketidaktahuannya dan tidak tergerak untuk semakin mengembangkan diri.

Mencari Pesaing dan Persaingan yang Tepat

Saya menawarkan suatu konsep untuk mencari titik temu antara kedua pola pandang tersebut, suatu wacana yang barangkali bisa mengoptimalkan kelebihan dan meminimalisasi kekurangan dari dua pendapat tersebut. Fakta bahwa kompetisi itu pasti ada dan bahwa setiap individu adalah berbeda menjadi fondasi utama konsep ini.

Mencari pesaing yang tepat. Dengan menyadari bahwa setiap individu memiliki kelebihan dan kecenderungan yang berbeda-beda, mustahil untuk bisa menyamaratakan standar bagi semua. Tapi kita pun tidak boleh menghilangkan kompetisi. Yang coba saya tawarkan (dan seringkali saya lakukan) adalah memilih lawan/pesaing yang tepat untuk suatu kompetisi.

Sebagai mahasiswa TI (Teknologi Informasi) misalnya, maka akan lucu dan membuat saya tampak bodoh jika saya terlalu sering membandingkan diri saya dengan kawan-kawan dari Fisipol yang lebih cakap berbicara dan lebih punya banyak sepak terjang di luar negeri. Maka yang bisa dicoba adalah meniru ‘metode’ yang bisa membuat mereka menjadi pribadi yang luar biasa di kampus, dalam berorganisasi, berkomunikasi serta dalam menggali wawasan di luar negeri. Lalu ‘metode’ itu kami terapkan di dunia TI sehingga kami bisa meraih prestasi yang (relatif) sama dalam bidang TI. Konsep ini pun tentunya sangat bisa diperluas di bidang lain.

Sejak dahulu saya menyadari bahwa saya sangat kompetitif, menjadi lebih termotivasi jika memiliki saingan dan patokan untuk berprestasi. Namun saya pun menyadari bahwa saya punya banyak keterbatasan yang membuat saya tidak mungkin mencapai keberhasilan dalam semua bidang. Menyadari itu saya berusaha memilih beberapa teman yang saya anggap sebagai teman sekaligus juga saingan.

Dengan memiliki saingan tersebut, saya bisa mengondisikan diri menjadi lebih produktif dan lebih semangat. Ketika rasa malas mulai mengambil alih kendali diri, dengan membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh kawan-kawan tersebut saya menjadi malu untuk hanya tetap diam. Pada saat kawan-kawan tersebut banyak mengukir karya dan prestasi, diri ini akan menjadi lebih bergelora untuk berprestasi pada bidang yang saya tekuni.

Saya tidak akan (atau tidak selalu) berkompetisi dalam bidang yang sama dengan para kawan sekaligus saingan saya tersebut. Namun semangat untuk berlomba-lomba dalam mengukir jejak dan berprestasi pada bidang masing-masing menjadi parameter bagi persaingan kami. Kami memang beda, dan kami pun berkompetisi pada bidang yang berbeda, namun keberhasilan dan semangat kerja keras itu menjadi parameter general/umum/global bagi setiap kompetisi kami.

Kawan-kawan seperti inilah yang selalu membantu diri untuk melejitkan potensi. Barangkali saya tidak akan pernah bisa menang dari mereka, namun yang pasti saya akan selalu bisa mengembangkan diri ini. Pun pada akhirnya kita tidak akan dibandingkan dengan siapa-siapa, kecuali dengan diri kita di masa lalu.

Semangat terus mengembangkan diri!