Budaya Mengantri dan Menghormati Peraturan


Tradisi Mengantri

Tradisi Mengantri

Alhamdulillah sudah tepat satu minggu saya berada di Daegu, Korea Selatan, untuk belajar bahasa Korea sebelum melanjutkan S2 di Seoul tahun depan. Banyak kejadian menarik di negeri yang perkembangannya sangat cepat ini, baik hal-hal yang besar maupun kejadian sehari-hari yang tampak kecil namun mencerminkan suatu nilai kehidupan yang sangat besar.

Senin kemarin adalah hari pertama kami masuk kuliah. Semua mahasiswa, baik mahasiswa Korea maupun mahasiswa asing yang ada di Keimyung University memulai kuliahnya di hari itu. Maka tidak heran jika di pagi harinya tempat sarapan di asrama kampus sangat ramai oleh para mahasiswa yang menikmati santapan pagi sebelum memulai kuliah.

Masih asyik bertemu dan diskusi dengan banyak kawan-kawan baru, kami pun lama duduk di dalam ‘sikdang’ (restoran/dapur asrama kampus) sambil berkenalan dengan kawan-kawan baru. Waktu pun akhirnya menunjukkan pukul 8.30, saatnya kami harus segera berangkat ke kelas untuk belajar bahasa Korea. Selain itu, dapur pun akan tutup pukul 09.00.

Ada kejadian yang sangat menarik perhatian saya ketika mau membuang sisa makanan dan mengembalikan piring dan peralatan makanan ke bagian belakang dapur. Bukan tentang perihal kami harus mengembalikan masing-masing peralatan makan ke tempat yang disediakan. Bukan pula mengenai mesin mirip lift/elevator yang akan membawa piring-piring kotor kami ke tempat pencucian. Hal seperti itu memang belum saya temu di kampus saya belajar di Indonesia, tapi tidak begitu menarik bagi saya.

Terdapat antrian yang sangat panjang untuk menuju tempat peletakan piring-piring kotor itu. Lebih panjang dan lebih ramai dibandingkan dengan antrian orang-orang yang akan mengambil makanan. Mengantri untuk mendapatkan sesuatu (baca: makanan) masih sangat bisa dipahami, tetapi mengantri untuk membuang sesuatu? Sangat belum bisa kita terapkan dengan baik di negeri ini.

Bangsa yang sangat menghormati orang lain dan menjunjung tinggi etika serta kebermanfaatan bagi sesama. Walau masih cukup muda, Korea telah menjadi salah satu kekuatan baru di dunia. Karakter yang diwujudkan dengan kesediaan untuk mengantri panjang hanya sekedar untuk membuang sampah menjadi perwujudan tersendiri.

Saya sangat berharap suatu hari nanti bangsa kita bisa melaksanakannya dengan baik. Sungguh miris rasanya melihat berita ada nenek-nenek yang terinjak saat antri sembako atau banyak orang-orang yang menyelinap masuk dalam antrian saat mau masuk bus.
Masih teringat dengan jelas saat bangsa Jepang ditimpa bencana maha dahsyat beberapa bulan kemarin, tsunami yang meluluhlantahkan bangsa mereka. Namun saat menuju tempat evakuasi, mereka masih mengantri dengan sangat teratur menuju bus evakuasi. Pun dalam menerima bantuan korban bencana, mereka sangat rapi dalam barisan antrian.

Mari Mulai dari Diri Kita

Sungguh terlalu banyak orang yang hanya bisa bicara dan mengatakan, “Indonesia itu seharusnya begini,” atau “pemerintah itu mestinya bertindak begitu” dan lain sebagainya. Mari menjadi bagian dari solusi, bukan hanya pengkritik semata, apalagi penimbul masalah.

Akan sangat indah jika kita bisa mengawali perubahan-perubahan itu dari diri kita. Saat banyak orang menerobos lampu merah di perempatan, mari kita redam ego kita untuk ikut-ikutan. Kita mulai dari diri ini untuk memberikan contoh, lalu kita ajak sekeliling kita agar bisa bersama-sama melaksanakannya. Perubahan (ke arah yang baik) akan lebih terjadi jika kita menjadi bagian dari prosesnya, bukan cuma menjadi “megacot” yang banyak bicara tapi tanpa aksi nyata. Hal yang sangat mudah diomongkan tapi amat susah dilalukan.