Perjalanan Menggapai Mimpi (bagian 4)


Tulisan ini merupakan kompilasi dari empat cerita pendek tentang kisah perjalanan saya dalam mencari beasiswa S2.
Bagian pertama | Bagian kedua | Bagian ketiga | Bagian keempat

9. Pemicu Semangat yang Tak Pernah Padam itu Bernama Keluarga

Hidup ini tak pernah linier, bahkan masih terlalu rumit untuk dimodelkan dengan integral tiga tingkat. Kadang kita berada pada titik kebahagiaan tertinggi, namun beberapa saat kemudian kita seolah jatuh ke jurang terdalam. Sangat beruntung sekali saya mempunyai keluarga yang menjadi sumber inspirasi untuk terus mengembangkan diri tanpa letih.

Saat badan terasa lelah berusaha dan hati seakan kehabisan asa, membayangkan senyum di wajah ayah setelah seharian bekerja keras membuat hati ini kembali semangat. Kala tubuh seolah jenuh dengan segala aktivitas dan nafsu mengaum iri akan keadaan sekitar, bayangan akan rona wajah tak kelah dari ibunda tercinta yang tak pernah bosan mengatur rumah tangga seolah mengenyahkan segala alasan untuk menyerah.

Foto bersama keluarga saat Wisuda UGM (Februari 2012)

Belum lagi waktu mata ini menatap foto wajah adik-adik yang masih terus berjuang berkompromi dengan kerasnya hidup agar bisa mencapai masa depan nan penuh harapan. Kadang rintik air mata terasa begitu nikmat saat raga ini mampu menghadirkan senyum di wajah mereka.

Walau masih jauh dari kondisi sempurna, tak kunjung habis syukur hamba akan karunia keluarga ini dari sang Maha Kuasa. Berawal dari mereka lah semangat dalam kalbu ini akan selalu bangkit saat keadaan kadang memaksanya untuk padam.

10. Belanda Hancur, Italia Kalah, dan Spanyol Menang (Lagi), tapi Chelsea pun Bisa Juara

Seoul National University

Kita terhalang hijab dengan masa depan kita; kita tidak pernah tahu dengan apa yang terjadi di masa mendatang. Kadang kita mendapatkan sesuatu yang luar biasa padahal usaha kita biasa-biasa saja; sebaliknya pun bisa terjadi, kita hanya mendapatkan ala kadarnya setelah usaha tak kenal lelah. Terasa tak adil? Haha.. justru inilah yang sangat saya syukuri dari hidup: kita hanya dituntut untuk bekerja cerdas dan keras untuk menggapai apa yang kita harapkan. Hasil akhirnya bukan dalam kekuasaan kita, itu adalah hak prerogratif Sang Maha Kuasa.

Saat kita sedang merasa penuh optimisme, mungkin saja kita gagal dalam hidup, laksana Belanda di Euro 2012 yang penuh pemain bintang tapi selalu kalah dalam kualifikasi group. Atau justru sebaliknya, kita bisa merasakan sensasi sebagai Chelsea, tim yang dianggap remeh, yang hampir tersingkir berkali-kali, namun dengan kerja keras, mereka bisa menjadi juara. Against all odds. Namun hidup tak selamanya seindah itu, sebagai orang biasa atau pernah besar di masa lalu, kadang setelah segala kerja keras dan keberuntungan kita di fase awal, kita pun harus menerima kenyataan bahwa kita harus gagal dan kalah. Ibarat Italia yang terkena skandal pengaturan skor, berangkat ke Euro dengan materi seadanya, hampir tidak lolos dari kualifikasi group, namun bisa bermain indah, bahkan menghancurkan salah satu kandidat juara Jerman. Sungguh perjalanan yang luar biasa; harapan juara pun membumbung tinggi. Akan tetapi, mereka akhirnya harus pulang dengan (apa yang disebut orang banyak sebagai) kegagalan, kalah telak 0-4 dari Spanyol. Begitulah hidup, kadang kita harus menerima kenyataan bahwa sekeras apa pun kita berusaha, tetap ada saja beberapa orang yang memang too good to lose, sehingga kita harus tetap kalah darinya. No matter what, life must go on.

Akhir yang Indah dari Perjalanan nan Berlika-Liku

Alhamdulillah, di akhir perjalanan yang penuh makna dan pelajaran hidup tadi, saya diberikan kesempatan untuk bisa melanjutkan S2 di Seoul National University (SNU), Korea Selatan. Salah satu kampus terbaik di Asia dan menjadi sasaran utama siswa-siswa terbaik Korea. Walau saya tidak bisa masuk ke MIT, Cambridge, Tokyo University, atau lolos program Erasmus Mundus, saya yakin inilah karunia terbaik dari-Nya untuk saya. Biar pun Yunani dengan penuh semangat berkeinginan untuk juara Euro 2012, Jerman terlalu tangguh baginya dan Yunani pun belum layak juara. Barangkali inilah pesan untuk saya: Sebaik apa pun niat saya dan setinggi apa pun harapan hati ini, tapi jika tidak dibarengi dengan kompetensi yang terbaik, maka niatan itu akan hanya jadi impian kosong. Semoga masa studi di Korea nanti bisa membuat saya semakin melayakkan diri agar mampu lebih kompeten, sehingga layak untuk masuk ke kampus-kampus terbaik di planet ini untuk masa S3 saya nanti.